Makalah Metodologi Studi Islam (Kelompok X HESy 2016 IAIN PKY)
Makalah Kelompok
X
STUDI ISLAM DAN ISU-ISU AKTUAL :
ISLAM, DEMOKRASI DAN PLURALISME
Disusun
untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam
Dosen : Drs.
Surya Sukti, M.A.
Disusun Oleh
Ayu Hayati
NIM. 1602130073
Fitri Lestari
NIM. 1602130094
Ikhsan Gunadi
Hariyono Putra
NIM. 1602130082
Jhonlis Kurniawan
Alansor
NIM. 1602130067
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI PALANGKARAYA
FAKULTAS SYARIAH JURUSAN SYARIAH
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH JURUSAN SYARIAH
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2016 M / 1437 H
MOTTO
“Time is more valuable than gold”
الوَقْتُ أَثْمَنُ مِنَ الذَّهَبِ
"Waktu
itu lebih berharga daripada emas"
“Disaster science is forgetten”
آفَةُ الْعِلْمِ النِّسْيَانُ
“Bencananya ilmu adalah lupa”
ABSTRAK
Studi Islam sebagai
sumber ajaran dan Islam itu sendiri. Demi membangkitkan pemahaman tentang islam
terutama pada masa sekarang dan untuk konteks Indonesia, ada juga beberapa hal
yang perlu dipahami yaitu tentang masalah demokrasi, masalah pluralisme
(keberagaman) dan lainnya. Tidak hanya dikalangan barat namun isu-isu ini muncul juga di dunia Islam. Di dunia Islam,
isu-isu tersebut memang memunculkan banyak perdebatan.
Studi Islam
diarahkan pada kajian keIslaman yang bermuara pada ketundukan atau berserah
diri, juga yang mengarah pada keselamatan dunia dan akhirat, sebab ajaran Islam
pada hakikatnya membimbing manusia untuk berbuat kebajikan dan menjauhi
semua larangan, serta bermuara pada kedamaian.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menciptakan
manusia sebagai khalifah di muka bumi ini dan menjadikannya sebagai makhluk
sosial dan menugaskannya untuk menegakkan hukum yang adil, agar manusia dapat
hidup dengan baik dan damai. Tujuan dalam pembuatan makalah ini antara lain
untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Metodologi Studi Islam.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuannya baik secara moral maupun material sehingga
makalah ini dapat diselesaikan. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis terutama pembacanya pada umumnya. Penulis juga menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran dari
pembaca sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
Apabila dalam penulisan makalah ini banyak terdapat
kekeliruan dan kesalahan, maka kami sebagai penulis mohon maaf. Segala sesuatu
yang benar itu datangnya dari Allah, dan yang salah berasal dari kami sendiri
sebagai penulis. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
|
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................................................ i
MOTTO....................................................................................................................................... ii
ABSTRAK.................................................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR................................................................................................................ iv
DAFTAR ISI............................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................... 1
A.
Latar Belakang................................................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah........................................................................................................... 1
C.
Tujuan dan Kegunaan Penulisan....................................................................................... 2
D.
Metode Penulisan............................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................ 3
A.
Pengertian Studi Islam..................................................................................................... 3
B.
Isu-isu Aktual yang Berkembang dalam Islam................................................................... 3
C.
Sikap, Pemahaman dan Solusi
Umat Islam................................................................... 9
BAB III PENUTUP.................................................................................................................... 14
A.
Kesimpulan.................................................................................................................... 14
B.
Saran.............................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agar
dapat memahami studi Islam dengan baik dan benar, ada beberapa hal yang harus
dipahami lebih dahulu, yakni konteks atau historitas nash sebagai sumber ajaran
dan Islam itu sendiri. Dalam studi Al-qur’an, historitas tersebut terkenal
dengan sebutan pengetahuan sebab-sebab atau latar belakang atau latar
historitas turunnya ayat. Sementara dalam studi hadits, historitas dimaksud
adalah sejarah atau latar belakang mengapa nabi Muhammad SAW mengeluarkan
sabda.[1]
Bersamaan dengan itu, untuk dapat
memahami Islam dengan baik dan benar pada masa sekarang dan untuk konteks
Indonesia, ada juga beberapa hal yang perlu dipahami. Kalau tidak sampai
memahami setidaknya minimal kita mempunyai wawasan tentang itu, yaitu tentang,
masalah demokrasi, masalah pluralisme (keberagaman) dan lainnya.[2]
Isu-isu ini muncul tidak hanya
di dunia barat,
melainkan juga
di dunia Islam. Di dunia Islam, isu-isu tersebut memang memunculkan banyak perdebatan.
Dalam makalah ini, isu-isu tersebut akan diuraikan meskipun hanya bersifat
global dan selintas.
B. Rumusan Masalah
Memperlihatkan latar belakang di atas, agar
pembahasan makalah ini terarah, penulis perlu mengidentifikasi rumusan masalah
sebagai berikut.
1. Apa pengertian studi Islam ?
2.
Bagaimana isu-isu aktual yang
berkembang mengenai studi Islam?
3. Bagaimana sikap, pemahaman dan solusi umat Islam tentang isu-isu yang berkembang dalam Islam saat ini?
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah menjawab dari rumusan masalah yang
tertera di atas, lebih rincinya antara lain :
1.
Mengetahui dan memahami
pengertian studi Islam.
2.
Mengetahui dan memahami isu-isu
aktual yang berkembang mengenai studi Islam.
3.
Mengetahui dan memahami sikap, pemahaman
dan solusi umat Islam tentang isu-isu yang berkembang dalam Islam saat ini.
Sebagai suatu makalah yang dibuat secara sistematis, tentu
memiliki kegunaan baik berguna untuk penulis pada khususnya dan berguna untuk pembaca
pada umumnya. Adapun hasil yang diharapkan pada isi makalah ini paling tidak 2
(dua) kegunaan, yakni kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara praktis :
a.
Kegunaan Teoritis:
1)
Untuk memenuhi tugas mata
kuliah Metodologi Studi Islam
2)
Dapat dijadikan sebagai salah
satu referensi dalam memahami studi
Islam dan isu-isu aktual dalam Islam.
b.
Kegunaan Praktis:
1)
Dapat menambah khazanah
keilmuan bagi penggiat ilmu Metode
Studi Islam.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini adalah
berdasarkan metode telaah perpustakaan sebagai bahan referensi, metode
pencarian melalui internet dan kemudian penulis mengelola kembali menjadi satu
kesatuan materi yang valid sehingga menghasilkan komponen pembahasan yang lebih
sederhana untuk dipelajari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Studi Islam
Studi Islam secara etimologis
merupakan terjemahan dari Bahasa Arab Dirasah
Islamiyah. Sedangkan Studi Islam di barat dikenal dengan istilah Islamic
Studies. Maka studi Islam secara harfiah adalah kajian mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan Islam. Makna ini sangat umum sehingga perlu ada spesifikasi
pengertian terminologis tentang studi Islam dalam kajian yang sistematis dan
terpadu. Dengan perkataan lain, Studi Islam adalah usaha sadar dan sistematis
untuk mengetahui dan memahami
serta membahas secara mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang
berhubungan dengan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun
praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari,
sepanjang sejarahnya.
Studi Islam diarahkan pada kajian keIslaman yang
mengarah pada tiga hal: 1) Islam yang bermuara pada ketundukan atau berserah
diri, 2) Islam dapat dimaknai yang mengarah pada keselamatan dunia dan akhirat,
sebab ajaran Islam pada hakikatnya membimbing manusia untuk berbuat
kebajikan dan menjauhi semua larangan, 3) Islam bermuara pada kedamaian.[3]
B. Isu Aktual yang Berkembang dalam Islam
1.
Isu
Demokrasi
Demokrasi
berasal dari kata demos yang berarti
rakyat, dan cratos yang berarti
kekuatan atau kekuasaan. Demokrasi bisa berarti
kekuasaan yang ada pada tangan rakyat. Secara istilah, demokrasi adalah
sistem dimana kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat. [4]
Secara
garis besar, wacana Islam dan demokrasi dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok pemikiran :
a.
Islam dan demokrasi adalah dua sistem yang
berbeda. Islam merupakan sistem politik yang mandiri. Islam dipandang sebagai
sistem alternatif terhadap demokrasi dan hubungannya saling menguntungkan
secara eksklusif.
b.
Demokrasi didefinisikan secara prosedural
seperti yang dipahami dan dipraktikkan di negara barat. Kelompok kedua ini
menyetujui adanya prinsip demokrasi dalam Islam.
c.
Islam adalah sistem yang membenarkan dan
mendukung sistem politik demokrasi seperti yang di praktikkan di negara maju Islam
demoktratis tiak hanya karena prinsip syura (musyawarah) tetapi juga karena
adanya ijtihad dan ijma.[5]
Seorang penulis Yunani
kuno, Polybios menulis sebagaimana dikutip oleh Wirjono Prodjodikoro, bahwa
sistem pemerintahan monarchie,oligarchie,dan demokratie, merupakan tiga sistem
yang telah dan akan berjalan mengikuti perjalanan hidup manusia secara siklus
atau lingkaran, ketika satu waktu sistem monarchie yang berjalan, pada gilirannya
akan muncul sistem oligarchie, yang kemudian diikuti oleh demokratie, dan
demikian seterusnya berputar seperti halnya planet mengelilingi matahari.[6]
Dapat disimpulkan, bahwa
berdasarkan sejarah peradaban manusia, khususnya dibidang sistem pemerintahan, ada
tiga sistem yang sudah umum berlaku , yaitu sistem kekuasaan yang ada pada
seluruh rakyat (Demokrasi), kedua, sistem kekuasaan yang ada ditangan sebagian
rakyat(Oligarki), dan ketiga, kekuasaan yang berada ditangan seorang penguasa
(Monarki).[7]
Dengan demikian, meskipun
sistem pemerintahan yang dilakukan Yunani menurut catatan sejarah disebut
sistem demokrasi tetapi sesungguhnya tidak semua rakyat dilibatkan dan tidak
semua orang tinggal di kota tersebut memiliki hak pilih, dengan begitu, sistem pemilihan
dan pemerintahan yang ada pada waktu itu hanyalah sistem pemerintahan yang
dikuasai oleh sebagian rakyat, bukan seluruhnya. Namun
tentu sistem yang ada bukan sistem
pemerintahan oligarki.[8]
Sementara kalau
dibandingkan antara demokrasi modern dengan demokrasi Yunani kuno khususnya
dalam hak pilih, minimal ada dua perbedaan pokok. Pertama, dalam demokrasi
modern setiap warga negara yang dewasa (cukup umur) mempunyai hak pilih.
Sementara dalam demokrasi Yunani kuno hanya penduduk asli yang mempunyai hak
pilih. Perbedaan yang kedua, dalam demokrasi Yunani kuno, setiap orang bisa
hadir dan bicara didalam dewan (populer assembly). Sementara didalam demokrasi
modern, orang yang bisa hadir dan memberikan hak suara di dewan,hanyalah mereka
para wakil (sistem perwakilan). Perbedaan ini muncul karena kondisi jumlah
penduduk yang memungkinkan di masyarakat Yunani kuno dan tidak dimasyarakat
modern.[9]
2.
Isu Pluralisme
Pluralisme berasal dari bahasa Inggris yaitu pluralism yang berarti jamak. Pluralisme dicirikan oleh keyakinan
bahwa realitas fundamental bersifat jamak. Dalam fatmanya, Majelis Ulama
Indonesia (MUI) mendefinisikan pluralisme agama sebagai suatu paham yang
mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama
adalah relatif, oleh karena itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim
bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah.[10]
Ada
dua perspektif dalam memahami
pluralisme. Anti pluralis menganggap pluralisme sebagai menyamakan semua agama (sinkretik).
Sedangkan orang yang pro dengan pluralisme memaknai pluralisme sebagai menghargai antar umat beragama, tidak
menghakimi agama lain, serta tidak merasa agamanya paling benar[11].
Arifin
Assegaf menyatakan bahwa faktor penyebab konflik agama antara lain: 1)
Eksklusivisme dari pemimpin dan penganut agama, 2) sikap tertutup dan saling
curiga antar agama, 3) keterkaitan yang berlebih-lebihan terhadap simbol agama,
4) Agama yang merupakan tujuan, berubah menjadi alat, realitas menjadi sekedar
kebijaksanaan, 5) kondisi politik, sosial dan ekonomi.[12]
Wacana
tentang pluralisme dan dialog yang merupakan wacana emansipatoris dan
liberatif. Islam tidak hanya menerima pluralisme (agama) tetapi juga
menganggapnya sebagai sentral dalam sistem kepercayaan Islam. Hubungan Islam
dan pluralisme terletak pada semangat humatinas dan universalitas Islam.
Penghayatan pluralisme agama merupakan pandangan bahwa siapapun yang beriman
adalah sama di hadapan Allah. Al-Qur’an memiliki respon juga terhadap
pluralitas agama, di antaranya:
a.
Penolakan Al-Qur’an terhadap eksklusivisme
dan klaim kebenaran.
b.
Ajakan untuk senantiasa mencari titik
temu.
c.
Pengakuan yang sama terhadap para nabi dan
jaminan keselamatan.
d.
Reinterpretasi terhadap teks eksklusif. [13]
C. Sikap, Pemahaman dan Solusi Umat Islam tentang Isu-isu Aktual yang Berkembang dalam Islam saat Ini
1.
Pandangan Islam dan Solusi terhadap Isu Demokrasi
a.
Pandangan Islam
Secara mendasar, teori demokrasi adalah pemerintahan
yang meletakkan kedaulatan di tangan rakyat. Para pemimpin yang diangkat dalam
sistem demokrasi terikat dengan kontrak sosial untuk melaksanakan aspirasi
rakyat.
Makna-makna ini berbeda dan bertentangan dengan
hukum-hukum Islam, bahkan demokrasi tidak ada kenyataannya sama sekali,
sampaipun menurut kaum demokrat sendiri. Dari aspek kekuasaan legislatif dan
hak pembuatan sistem, Islam telah memberikannya terbatas kepada Allah dan
Rasul-Nya, di mana sumbernya adalah Al-Kitab dan As-Sunnah yang suci, serta
dalil-dalil yang disandarkan kepada keduanya serta ditunjukkan oleh
masing-masing. Rakyat atau dengan ungkapan yang lebih mendetail, ummat, tidak
mempunyai hak untuk keluar dari satu nash Islam-pun, meski semuanya sepakat
mengenai hal itu. Allah berfirman:
“Dan hendaknya engkau putuskan perkara diantara mereka menurut apa yang di
turunkan oleh Allah, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka, serta
berhati-hatilah terhadap mereka, agar mereka bisa memalingkan kamu dari
sebagaian yang di turunkan oleh Allah kepadamu.”(QS. Al-Maidah : 49).
Dengan demikian, kekuasaan legislatif ada di tangan
Allah dan Rasul-Nya, bukan di tangan rakyat. Sumber undang-undangnya adalah
syara’, dan bukannya rakyat. Sedangkan hak untuk mengadopsi hukum-hukum sistem
dan perundang-undangan di tangan kepala negara, bukan rakyat`
Siapapun yang menganalisa secara
mendalam makna-makna istilah demokrasi, tentu akan bisa melihat secara jelas
bahwa demokrasi tersebut bertentangan dengan hukum-hukum Islam, baik secara
fundamental maupun secara rinci. Kontradiksi tersebut tercermin
dalam beberapa aspek yaitu:
1)
Asas
sistem demokrasi adalah sekularisme, bentuk konkretnya merupakan hasil penjelmaan
pada abad pencerahan (renaissance) di Eropa. Sedangkan Islam adalah
ajaran yang tidak layak disekulerkan. Pemerintahan Islam dibangun di atas landasan aqidah Islam. Tidak
ada pemisahan antara agama dan negara. Negara dalam Islam adalah institusi
politik yang menerapkan persepsi, standar dan qona’ah yang digunakan untuk
melakukan aktivitas ri’ayah su’unil ummah (mengurusi urusan rakyat).
Artinya, diatur dengan aturan-aturan Islam. Dari sini saja sudah cukup untuk
mengatakan demokrasi tidak ada landasannya sama sekali dalam Islam.
2)
Demokrasi
memberikan kedaulatan (sovereignity) bukan kepada tuhan melainkan
diserahkan sepenuhnya kepada rakyat, dan mempercayakan kepada rakyat
semua perkara dalam kehidupan. Sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, rakyat
adalah sumber kekuasaan: rakyat adalah sumber kekuasaan perundang-undangan,
sumber kekuasaan hukum, dan sumber kekuasaan pemerintahan. Sedangkan dalam
Islam, kedaulatan ada di tangan syara’, syara’merupakan sumber rujukan utama
mengenai segala perkara. Tidak seorangpun diperkenankan menyusun
perudang-undangan meski hanya satu aturan saja.
3)
Kepemimpinan
dalam sistem demokrasi bersifat kolektif dan tidak individual. Kekuasaan juga
dipegang secara kolektif, tidak secara individual. Dalam demokrasi
(parlementer), kekuasaan dijalankan oleh suatu dewan menteri yang disebut
kabinet. Sistem ini bertentangan dengan sistem pemerintahan Islam, di mana
kepemimpinan adalah milik satu orang, tidak bersifat kolektif. Demikian pula
kekuasaan dipegang oleh satu orang dan tidak secara kolektif. Abdullah ibn Umar
juga meriwayatkan bahwa Rasulullah telah bersabda: “Tidak di perbolehkan bagi tiga
orang di manapun
berada di muka bumi tanpa mengangkat salah seorang sebagai Amir diantara
mereka”.
4)
Negara
dengan sistem pemerintahan demokrasi terdiri dari sejumlah lembaga bukan satu
lembaga. Pemerintah merupakan satu lembaga yang menjalankan kekuasaan
eksekutif. Sementara lembaga-lembaga yang lain merupakan lembaga independen
yang memiliki kewenangan memerintah dan kekuasaan pada bidangnya sesuai
ketentuan. Hal ini bertentangan dengan Islam, di mana negara dan pemerintah
merupakan lembaga tunggal yang memegang kekuasaan. Khalifah sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi memiliki qawwah (otoritas) penuh, sementara orang
lain sama sekali tidak memiliki otoritas tersebut. Rasulullah saw bersabda: “Imam
adalah seorang penggembala, dan ia bertanggung jawab atas gembalaannya”. Dengan demikian, tidak ada
seorang pun di dalam negara, baik individu maupun kelompok, yang memiliki
kekuasaan dan wewenang selain Khalifah.
5)
Demokrasi
adalah sistem pemerintahan berdasarkan ‘suara mayoritas’. Anggota-anggota
lembaga legislatif dipilih berdasarkan suara mayoritas pemilih dari kalangan
rakyat. Oleh karena itu, suara mayoritas adalah ciri yang menonjol dalam sistem
demokrasi. Pendapat mayoritas –menurut demokrasi- merupakan tolak ukur hakiki
yang akan dapat mengungkapkan pendapat rakyat yang sebenarnya. Terkadang
penetapan suara mayoritas bila melebihi 51% suara dan terkadang
penetapannya bila melebihi 2/3 suara dari wakil rakyat. Sementara dalam Islam,
pendapat mayoritas tidak selalu mengikat, sebab ada perkara-perkara di dalam
Islam yang tidak boleh dikompromikan sekalipun mayoritas berpendapat lain.
b.
Solusi
Solusi
dari demokrasi adalah Khilafah. Yaitu sistem pemerintahan Islam yang misinya
adalah menjalankan Syariah Islam secara Kaffah
(dalam segala aspek kehidupan) dan menyebarkan risalah Islam ke seluruh dunia
dengan dakwah dan jihad fi sabilillah. Khilafah mempunyai 4
(empat) prinsip (qawa’id) yang khas yang membedakannya dengan sistem
pemerintahan lainnya, seperti demokrasi dan monarki. Keempat prinsip itu
sekaligus juga merupakan rukun pemerintahan Islam yang jika salah
satunya tidak ada, berarti pemerintahan yang ada bukan lagi pemerintahan Islam.
(Abdul Qadim Zallum, Nizham al-Hukm fi al-Islam, hal. 40). Keempat
prinsip tersebut adalah :
Pertama,
kedaulatan di tangan Syariah, bukan di tangan rakyat. Artinya seluruh aspek
kehidupan hanya diatur dengan Syariah Islam, sebagai wujud dari perintah dan
larangan Allah. Ini beda dengan demokrasi, yang menyerahkan hak membuat hukum
kepada manusia. Kedua, kekuasaan di tangan umat. Artinya umatlah yang
berhak memilih Khalifah yang akan memimpin mereka. Ini beda dengan monarki,
yang menjadikan kekuasaan hanya milik keluarga tertentu. Ketiga,
kesatuan Khilafah, artinya di seluruh dunia hanya boleh ada satu Khalifah untuk
seluruh umat Islam, tidak boleh lebih. Ini beda dengan konsep negara-bangsa
dalam demokrasi yang memberikan hak kepada setiap bangsa untuk mendirikan
negara sendir. Keempat, hak legislasi UU hanya di tangan Khalifah.
Artinya dalam Khilafah hanya Khalifah sebagai kepala negara yang berhak memilih
dan mengadopsi hukum syara’ untuk diberlakukan sebagai UU bagi publik. Ini beda
dengan demokrasi yang memberikan hak legislasi kepada wakil rakyat (lembaga
legislatif) untuk membuat hukum sendiri yang tidak bersumber dari wahyu. (Lihat
Mahmud Abdul Majid al-Khalidi, Qawa’id Nizham al-Hukm fi Al-Islam,
Kuwait : Darul Buhuts Al-‘Ilmiyah, 1980).
Dengan demikian,
Khilafah akan menghilangkan berbagai bahaya (dharar) yang ditimbulkan
demokrasi, khususnya yang muncul dari ide kebebasan. Khilafah akan menghapuskan
kebebasan beragama (hurriyah al-aqidah), sehingga tak ada lagi
pembiaran kemurtadan (Kristenisasi), aliran sesat seperti Ahmadiyah, dan
sebagainya. Khilafah akan menghapuskan kebebasan berpendapat (hurriyah
al-ra`yi) yang meneyesatkan umat, sehingga akan hancur kelompok liberal
(JIL) dan berbagai kelompok semisalnya. Khilafah akan mencegah kebebasan
kepemilikan (hurriyah at-tamalluk) sehingga tak ada lagi liberalisasi
dalam bidang ekonomi, seperti privatisasi, pasar bebas, dan lain-lain yang
banyak merugikan umat. Khilafah pun akan menghapuskan kebebasan berperilaku (al-hurriyah
al-syakhsiyyah), sehingga tak ada lagi pembiaran zina (KUHP akan dihapus),
tak ada lagi pembiaran internet tanpa regulasi, akan dibasmi video porno, dan
sebagainya.[14]
2.
Sikap, Pemahaman dan Solusi Umat Islam terhadap Isu Pluralisme
a.
Sikap dan Pemahaman
Pemahaman
masyarakat terhadap pluralisme sangat beragam, di antaranya ada yang
berkonotasi positif, netral, dan negatif. Mereka yang memaknai secara negatif
melihat pluralisme sebagai konsep yang sarat kepentingan ideologis, imperialis,
bahkan teologis. Sikap mencurigai dan memusuhi terhadap pluralisme menjadi
bahan perdebatan secara sengit merupakan bentuk interpretasi negatif atas
konsep ini. Dalam pandangan mereka yang mengartikan pluralisme secara negatif,
dinilai sama dengan relativisme yaitu pandangan yang melihat tidak ada
kebenaran yang mutlak atas sebuah agama. Masing-masing agama memiliki kebenaran
yang bisa berubah setiap saat, sehingga kebenaran yang ada dalam setiap agama
relatif sifatnya. Dengan pandangan ini ,maka
pluralisme dinilai sebagai hal yang membahayakan aqidah. Padahal makna
pluralisme tidaklah sama dengan relativisme. Setiap agama mempunyai dua wilayah
ajaran, yaitu :
1)
Wilayah agama dan Aqidah
Di wilayah inilah tidak boleh ada kerja sama antar pemeluk agama, karena
akan menyebabkan kemurtadan.
2)
Wilayah sosial
Hampir setiap agama mengajarkan hal yang sama. Tiap pemeluk agama
diharuskan untuk dapat menghargai antar pemeluk agama.
Islam mengakui adanya pluralisme
dalam wilayah sosial, akan tetapi untuk pluralisme agama dan aqidah, Islam
hanya mengakui keberadaan dan identitas tiap-tiap agama tanpa mengakui
kebenarannya.[15]
b.
Solusi
Islam mengajarkan bahwa kebebasan memilih agama
merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati. Seperti yang kita ketahui
kemajemukan masyarakat indonesia adalah sebuah realitas, dan dalam kemajemukan
itu tidak boleh dibiarkan adanya sikap-sikap dan tindakan diskriminatif. Adapun
untuk memecahkan masalah pluralitas agama dan keyakinan, Islam memiliki sikap
dan pandangan yang jelas, yakni mengakui identitas agama-agama selain Islam,
dan membiarkan pemeluknya tetap dalam agama dan keyakinannya. Islam tidak akan
menghilangkan identitas agama-agama selain Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Studi Islam
adalah usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas
secara mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama
Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun praktik-praktik
pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.
2.
Wacana Islam dan demokrasi dikelompokkan
menjadi tiga kelompok pemikiran :
a.
Islam dan demokrasi adalah dua sistem yang
berbeda. Islam merupakan sistem politik yang mandiri. Islam dipandang sebagai
sistem alternatif terhadap demokrasi dan hubungannya saling menguntungkan
secara eksklusif.
b.
Demokrasi didefinisikan secara prosedural
seperti yang dipahami dan dipraktikkan di negara barat. Kelompok kedua ini
menyetujui adanya prinsip demokrasi dalam Islam.
c.
Islam adalah sistem yang membenarkan dan
mendukung sistem politik demokrasi seperti yang di praktikkan di negara maju
Islam demoktratis tiak hanya karena prinsip syura (musyawarah) tetapi juga
karena adanya ijtihad dan ijma.
3. Solusi dari demokrasi adalah Khilafah. Yaitu sistem
pemerintahan Islam yang misinya adalah menjalankan Syariah Islam secara Kaffah (dalam segala aspek kehidupan)
dan menyebarkan risalah Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad fi
sabilillah
4.
Ada dua perspektif dalam memahami pluralisme. Anti pluralis menganggap
pluralisme sebagai menyamakan semua agama (sinkretik). Sedangkan orang yang pro
dengan pluralisme memaknai pluralisme sebagai
menghargai antar umat beragama, tidak menghakimi agama lain, serta tidak
merasa agamanya paling benar.
5.
Adapun untuk memecahkan masalah pluralitas agama dan
keyakinan, Islam memiliki sikap dan pandangan yang jelas, yakni mengakui
identitas agama-agama selain Islam, dan membiarkan pemeluknya tetap dalam agama
dan keyakinannya. Islam tidak akan menghilangkan identitas agama-agama selain
Islam.
B. Saran
Saran kami sebagai penulis, dengan kita mengetahui
isu-isu aktual dalam studi Islam pada pembahasan makalah ini, baik penulis
maupun pembaca dapat sama-sama untuk memahami untuk bekal diri sendiri untuk
kita beradaptasi dengan dunia modern.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Buku
· Nasution, Khoiruddin, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Academia, 2009.
· Khoiriyah, Memahami
Metodologi Studi Islam, Yogyakarta: Teras, 2013.
· Naim, Ngainun, Pengantar
Studi Islam, Yogyakarta: Teras, 2009.
· Munawar-Rachan, Budhy, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, Jakarta: Paramadina, 2001.
· Tim Penyusun, Pedoman
Penulisan Skripsi (Karya Ilmiah), Sekolah Tingi Agama Islam Negeri Palangka
Raya, 2013.
B.
Internet
· Anonim(Tanpa Nama), Studi
Islam, http://stydyIslam.blogspot.co.id/2012/01/pengertian-studi-Islam.html, diakses pada tanggal 14 September 2016 pada pukul 11.22 WIB.
· Asep Jamien, Khilafah : Sistem dalam pemerintahan Islam solusi untuk demokrasi yang
kufur dan berbahaya, https://id-id.facebook.com/notes/asep-janim/khilafah-sistem-pemerintahan-islam-solusi-untuk-demokrasi-yang-kufur-dan-berbaha/10150148607954973/, diakses pada tanggal 22
September 2016 pada pukul 07.35 WIB.
[1] Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution,
M.A., Pengantar Studi Islam, Yogyakarta:
Academia, 2009, h.235.
[2] Ibid., h. 236.
[3] Anonim(Tanpa
Nama), Studi Islam, http://stydyIslam.blogspot.co.id/2012/01/pengertian-studi-Islam.html, diakses
pada tanggal 14 September 2016
pada pukul 11.22 WIB.
[4] Khoiriyah,
M.Ag., Memahami Metodologi Studi Islam, Yogyakarta: Teras, 2013, h.220.
[5] Ibid., h.221.
[6] Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution,
M.A., Pengantar Studi Islam, Yogyakarta :
Academia, 2009, h. 244.
[7] Ibid., h.245.
[8] Ibid., h.248.
[9] Ibid., h.249-250.
[10]Khoiriyah, M.Ag., Memahami Metodologi Studi Islam, Yogyakarta:
Teras, 2013, h.208.
[11] Ngainun Naim, Pengantar Studi
Islam, Yogyakarta: Teras, 2009, h. 135
[12] Khoiriyah, M.Ag., Memahami Metodologi Studi Islam, Yogyakarta:
Teras, 2013, h.209
[13] Ibid., h. 211-212
A. [14] Asep Jamien, Khilafah : Sistem dalam pemerintahan Islam solusi untuk demokrasi yang kufur dan berbahaya, https://id-id.facebook.com/notes/asep-janim/khilafah-sistem-pemerintahan-islam-solusi-untuk-demokrasi-yang-kufur-dan-berbaha/10150148607954973/, diakses pada tanggal 22 September 2016 pada pukul 07.35 WIB.
[15] Budhy
Munawar-Rachman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman,
Jakarta:
Paramadina,
2001.

ciecie akiyang umayah
BalasHapusmakalah ngini kah yg dihujat dosen semalam
BalasHapusmaaf ya.. bukannya itu makalah anda?
Hapus